Swift

Disambut Sunrise di Gardu Pandang Tieng (Sepanjang Jalan ke Dieng #1)



Subuh kami sampai di Dieng. Sebenarnya rencana awalnya bukan begitu. Karena macet, dan gak ada kamar hotel yang tersedia di sepanjang jalan saja, yang membuat kami harus terus berkendara. Tanggung sudah lewat jauh tengah malam, akhirnya dibablasin langsung ke Dieng. Beberapa kali berhenti di pom bensin. Selain isi bensin, tujuan utamanya adalah mengusir ngantuk. Entah cuma parkir dan tidur sebentar di dalam mobil, atau sekedar nongkrong sambil ngopi, makan gorengan dan mie rebus di warung-warung dadakan di pom bensin. Salah satunya di pom bensin daerah Purbalingga Jawa Tengah, yang memang hanya ada dan dibolehkan buka, kalau musim mudik lebaran saja.

“Lumayan, buat pemasukan. Kalau pas mudik begini selalu rame. Sudah lebih dari lima tahun saya buka warung kaya begini setiap lebaran ” kata bapak penjaga warungnya. Memang di pom bensin ini banyak PKL dadakan. 24 jam menemani para pemudik. Selain makan dan minum, di sini juga saya numpang nge-charge handphone. Lebaran memang membuat denyut perekonomian rakyat di sepanjang jalur mudik menjadi lebih hidup. Cuma ada yang mengusik pikiran saya, di saat kebanyakan orang mudik bersenang-senang, bapak warung dan teman sejawatnya masih harus tetap stand by berjualan sampai begadang. Pikiran dangkal saya bertanya, walaupun kadar kebahagiaan orang berbeda-beda, apa mereka merasakan kebahagian lebih juga di lebaran ini. Empati, sekaligus rasa syukur kami yang masih bisa leluasa ‘pelesiran’ di libur lebaran.

Ngantuk hilang, perut kenyang, batere hape sudah cukup terisi. Setelah bayar, pamit, dan mengucapkan terima kasih (atas makan minum, nge-charge dan berbagi ceritanya), kami pun melanjutkan perjalanan menuju Dieng. Ada dua jalur atau pintu masuk menuju Dieng. Bisa masuk lewat Wonosobo, dan satu lagi lewat Banjarnegara. Mengandalkan papan petunjuk arah di jalan, akhirnya membawa kami ke Dieng melewati jalur Banjarnegara lewat Karang kobar.

Dingin begitu terasa di subuh itu. Kumandang adzan subuh terdengar, masuk bersamaan dinginnya udara ke sela jendela mobil yang sengaja dibuka. Sholat subuh dulu, sekalian istirahat dan meluruskan badan di masjid pinggir jalan. Anak-anak juga sudah mulai bangun. Dinginnya udara, cepat menghilangkan suntuk dan ngantuk setelah panjangnya perjalanan. Apalagi pas menginjak lantai yang kena air mengalir di area tempat wudhu, Keano malah langsung minta digendong. Dingin, tapi segar. Segar air dan udaranya, segar suasananya. Berjamaah bersama warga yang rata-rata kakek-nenek, bapak-bapak, ibu-ibu, yang hampir semuanya pakai jaket sebagai penghalang dingin.

Gardu Pandang Tieng

Gardu Pandang Tieng jadi pilihan pertama kami menyambut pagi di Dieng. Lokasinya yang persis di pinggir jalan, memudahkan kami buat menikmati sunrise tanpa harus mengeluarkan tenaga ekstra. Maklum kurang tidur, dan memang sudah terlambat kalau harus ngejar sunrise di Bukit Sikunir. Dan ternyata pilihan buat ke Gardu Pandang Tieng ini adalah pilihan yang tepat. Pembuka yang pas buat mengawali jalan-jalan di Dieng.



Kami sampai di Gardu Pandang Tieng tepat waktu. Matahari belum terbit, tapi semburat cahayanya yang berwarna warni sudah melukis indah langit pagi Dieng. Kalau soal pemandangan, jangan ditanya. Sudah pasti tersedia pemandangan yang memanjakan mata. Makin mantap sambil menggenggam jagung bakar, ditemani teh atau jahe panas dan mie rebus. Ah, sungguh baik dan berpahala bapak ibu yang punya warung ini. Sudah menyediakan tempat yang nyaman, dan ramah senyuman. Membuat kami bahagia. Bahagia perut, bahagia mata.





Untuk pemandangan, sajian mata di Gardu Pandang Tieng dan di Bukit Sikunir hampir sama, karena memang masih segaris. Cuma beda sedikit ketinggian saja. Keindahan gunung Sindoro, gunung Sumbing, dan hijaunya perkebunan atau lahan pertanian, tersaji pas dengan latar langit berganti warna. Gradasi dari kuning, oranye, merah, ungu, hingga akhirnya menjadi langit biru yang bersih. Hamparan kota Dieng terlihat jelas di bawah, seperti maket kota karya arsitektur ternama. Asupan vitamin hiburan yang lengkap. Gratis pula. Karena di sini, keluar uang memang hanya buat bayar parkir dan beli makan minum saja.




Matahari sudah tinggi, langit sudah terang, satu per satu orang-orang meninggalkan Gardu Pandang Tieng. Idem, kami pun merasa sudah lebih dari cukup berada di sini. Lanjut perjalanan lagi.



Sebelum mengeksplor Dieng, mampir ke penginapan dulu. Belum waktu check in memang. Hanya memastikan lokasi dan kamar yang tersedia. Sebelumnya kami sudah buking lewat telepon dan transfer bayar DP. Homestay Asoka namanya. Ramah ibunya, dan helpful. Kopi, teh, gula dan setermos air panas selalu tersedia.


Kamar sudah aman, lanjut lagi berkeliling Dieng. Gak jauh dari jalan keluar penginapan, tugu fotogenik menanti. Tebing batu jadi-jadian bertuliskan Welcome to Dieng Wonosobo. Kami menghabiskan cukup lama di sini. Bukan lama untuk berfoto. Lama karena harus mengganti ban mobil yang bocor. Dieng memang ramah. Ban mau bocor saja masih bisa pilih tempat yang tepat. Di salah satu landmark Dieng.

Tugu Welcome to dieng sudah resmi menyambut kami. Berikutnya tinggal menyikat habis Dieng seluruhnya. Telaga, candi, kawah dan lainnya, segera..


Bersambung…
***

You Might Also Like

0 komentar