Swift

Sempat Hilang di Kota Tua


“Pengumuman.. ditemukan seorang anak laki-laki dengan ciri-ciri rambut keriting, pakai baju abu-abu lengan merah. Bagi yang merasa kehilangan, ditunggu di tenda informasi” kira-kira seperti itulah pengumuman lewat TOA si pengeras suara memecah keramaian Kota Tua Jakarta. Pengumuman serupa diulang lagi. Saya sama Lana yang lagi asyik nonton pak Tua mentas main boneka goyang dangdut langsung celingak celinguk nyariin Keano. Pengumuman anak hilang lewat pengeras suara tadi persis mengarah ke ciri-ciri Keano. Sebelumnya Keano sama-sama berdiri di samping saya dan muter-muter depan belakang, main sambil nonton boneka dangdut dan manusia patung.


Keano gak ada, hilang..

Langsung saya lari ke tenda informasi, sumber datangnya suara pengumuman. Dari arah berlainan beda beberapa langkah di depan, Ening nyampe duluan di tenda informasi. “Budee..” teriak Keano kegirangan pas lihat Ening nyamperin. 


“Dijaga anaknya pak..” kata petugas informasinya. Saya yang memang kebagian tugas ngejagain anak-anak main di Kota Tua, langsung merasa bersalah dan heran. Bersalah karena faktanya Keano lepas dari pengawasan dan ada di tenda informasi. Heran, karena perasaan tadi Keano lagi anteng main, dan masih dalam hitungan detik, kok sudah dinyatakan hilang dan dibawa ke tenda informasi. Saat itu Keano dan kakak-kakaknya memang ‘dilepas’ buat main sepeda, lari-larian, sampai nonton atraksi hiburan Kota Tua. Cuma Keano memang yang terus didampingi dan dilihatin lebih dekat. Pas ditanya ke petugasnya, katanya tadi Keano dianterin sama ibu-ibu penjual minuman.

Saya samperin ibu penjual minumannya. Kata si ibu, tadi dia lihat Keano berdiri sendirian celingak celinguk di tengah keramaian. Yaa elah ibu..., ibu terlalu baik dan terlalu inisiatif. Rupanya si ibu inisiatif membawa Keano, karena ngelihat Keano kebingungan sendirian di tengah keramaian. Padahal setahu saya Keano lagi asyik main sendirian sambil lihat-lihat sekitar. Btw terima kasih ibu sudah nyelamatin Keano, sekaligus sudah bikin kami bingung.

Ya, masih untung ‘diselamatin’. Nyatanya memang Keano sempat hilang dari pengawasan saya. Padahal belum lama, masih dalam bulan yang sama, ada berita kasus anak hilang di daerah utara Jakarta. Yang disinyalir diculik oleh sindikat penjual bayi/anak. Hiii.. kalo diingat-ingat lagi, serem juga dan gak kebayang kalau anak kesayangan hilang beneran. Audzubillahimindzalik.

Selesai ngucapin terima kasih, saya sama Keano kembali bergabung dengan eyang dan lainnya duduk di dekat meriam alun-alun Kota Tua. Ternyata Eyang sempat lemas dengar Keano hilang, dan bersyukur cucunya yang lucu sudah kembali.



Terlepas dari kasus Keano hilang, Kota Tua (selain Ancol dan TMII) memang salah satu tempat favorit kami kalau liburan akhir pekan di Jakarta. Tempat yang bisa berulang kali kami datangi, dan gak pernah bosan untuk sekadar menghabiskan sore hingga malam tiba. Tempat yang biasanya jadi tujuan jalan-jalan kalau ada saudara dari luar kota. Seperti hari itu, bawa jalan-jalan keponakan dari Lampung yang lagi liburan. Sekalian nunggu waktu jemput Yossie yang hari itu lagi masuk kantor.

Di kawasan Kota Tua Jakarta ini, banyak tempat menarik yang bisa dituju. Yang paling kesohor tentunya adalah Museum Sejarah Kota Jakarta, atau lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah. Gedung  yang juga jadi ikon Kota Tua. Bangunan fotogenik bekas balai kota, gedung pengadilan, kantor catatan sipil, hingga tempat ibadah di masa pemerintahan Belanda ini biasanya jadi tujuan utama orang-orang yang ke Kota Tua.

Selain arsitektur bangunan yang keren, bagi orang yang suka hobby 'lain', Kota Tua dan museum Fatahillah  juga dikenal sebagai salah satu horor urban legend yang sebenernya gak penting banget buat anak-anak tahu. Malah pernah dibikin filmnya segala, Kota Tua Jakarta.


Selain Museum Fatahillah, di kawasan Kota Tua juga ada Kantor Pos Kota, Museum Wayang, Museum Bahari, Museum Seni Rupa dan Keramik, hingga Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Di luar museum, Cafe Batavia, Stasiun Jakarta Kota atau Beos, Jembatan Kota Intan, dan pelabuhan Sunda Kelapa cocok juga buat hiburan mata.

Kalau kami di sini lebih sering memilih untuk sekadar duduk-duduk dan bermain di alun-alun Kota Tua. Ke Museum Fatahillah misalnya cukup masuk sekali saja. Yang penting tahu dan hilang penasaran. Selebihnya kalau ke sini lagi, alun-alun atau lapangan Kota Tua jadi tujuan utama. Main sepeda misalnya. Sewa sepeda ontel lengkap dengan topi noni atau topi ala meneer Belanda.




Di alun-alun Kota Tua, main sepeda ontel keliling kawasan Kota Tua seperti wajib hukumnya buat Lana dan Keano. Selain main sepeda, berkuliner jajanan murah adalah ritual berikutnya. Ketoprak, bakso, cilok, siomay, dan kerak telor diurut buat dapat giliran. Kalau yang seger-segernya, es potong, es lilin atau es goyang, jadi inceran Lana dan Keano. Kalau Eyang biasanya nyari es selendang mayang.

Di Kota Tua juga biasanya suka ada atraksi dadakan dari seniman-seniman jalanan atau bahkan pedagang nyentrik. Seperti tukang obat dengan atraksi ularnya. Sudah lama banget saya gak denger cuap-cuap dahsyat ala tukang obat. Jadi inget dulu sering iseng dengerin tukang obat di alun-alun kota Bandung. Orator ulung, gak kalah sama jauh lebih menarik dari pada pidato politikus pas kampanye pemilu. Di lapangan Kota Tua, ada juga memang yang jualan atraksi buat nyari duit, kaya ‘debus-debusan’ dan jaranan atau kuda lumping. Sempat nongkrong sama Lana dan Keano lihatin mereka semua main pecut-pecutan dan sembur-semburan api.

Karena lama dan kebanyakan muter-muternya, apalagi shownya juga banyak ‘kekerasannya’ kami lanjut ke atraksi lain yang lebih woles buat anak-anak. Di antaranya lihatin manusia patung, alias humanoid. Dan juga nonton show Pak Tua bermain boneka, yang ceritanya lagi ngeband dangdutan. Nah gara-gara atraksi hiburan inilah pengawasan saya jadi kendor dan akhirnya bikin Keano hilang.




Hari mulai gelap. Saatnya ninggalin Kota Tua dan jemput Yossie di kantor. Anak-anak masih seger, langit malam juga masih cerah. Masih belum puas jalan-jalannya, habis jemput Yossie lanjut ke Monas. Satu tempat lagi di Jakarta yang biasa buat Lana Keano nyantai. Monas memang tempat hiburan yang murah meriah.

Sebelum diberesin sama Ahok, dulu di dalam taman Monas segalanya serba ada. Jajanan makan minum ada, lengkap mulai starling, emperan sampai gerobakan. Segala mainan anak juga ada, dari layangan, mobil-mobilan, kereta, komidi putar sampai istana balon. Ada juga pengamen dan ondel-ondel keliling. Pasar malam, pasar tumpah dan kaget juga ada di sepanjang jalan menuju tugu monas.

Duduk sambil lihatin lampu monas berganti warna, dan sesekali kembang api menghias langit, sangat cukup buat kami menikmati suasana malam Jakarta. Main layangan, main kolecer atau baling-baling berlampu, sambil makan dan minum hangat jadi pelengkap yang pas jalan-jalan di Monas.


Monas jadi penutup jalan-jalan kami seharian di Jakarta. Jakarta di hari libur yang minim macet. Monas dan Kota Tua Jakarta, memang dua tempat yang gak ada matinya. Tempat yang murah meriah, gampang dijangkau, dan gak akan rugi kalau diulang lagi. Tapi setelah kejadian hilang di Kota Tua, Keano sampai sekarang masih gak mau lagi ke Kota Tua. Kalau diajak ke Kota Tua lagi, pasti nolak gak mau. Takut hilang lagi katanya. Walaupun sambil nyengir jawabnya. Mungkin, nanti dicoba saja langsung meluncur ke Kota Tua.

*****

You Might Also Like

1 komentar