Bandung
camping with kids
Cianjur
Ciwidey
Jabodetabek
Jawa Barat
jokka kuliner
Road Trip
Road Trip Lintas Selatan Jawa Barat #2 (Gunung dahulu Pantai kemudian)
Libur semesteran dan lebaran, saatnya jalan-jalan. Pelesiran. Kali ini cari yang dekat-dekat saja. Masih di Jawa Barat, dengan jalur lintas selatan jadi tujuan. Sekalian irit budget juga. Itinerary sudah dibikin, tapi fleksibel, dan realisasinya bisa lihat di sini. Dari rencana awal, ternyata jadwal liburannya harus banyak disinkronkan satu sama lain. Anak-anak masih libur, tapi Yossie belum bisa cuti. Dan mba Ipah, ART kami mudik juga, cukup lama. Itu pun sempat mau nambah hari. Jadi mesti nungguin Mba Ipah balik dulu buat gantian jagain Eyang di rumah. Setelah semua sinkron dan Mba Ipah sudah di rumah, jadilah berangkat. Liburan dan ambil cutinya jadi mundur, hampir dua minggu setelah lebaran. Untungnya Lana masih libur, tetapi Keano sebenarnya sudah harus masuk sekolah. Bolos dulu deh seminggu.
Berangkat siang dari Depok, tujuan
pertama adalah Cianjur. Melewati dan
menikmati jalur Puncak, yang tambah ramai dan semakin beraroma Timur Tengah. Gak
cuma orang-orangnya yang banyak seliweran, tapi toko, resto, rumah makan ala Timur Tengah juga
banyak berdiri di sepanjang jalur Puncak.
Diiringi dingin, hujan kecil, dan
godaan kuliner sepanjang jalur Puncak, keputusan buat makan kayaknya bukan
persoalan sulit. Sate kambing tetep jadi incaran. Tapi karena sudah khatam
dengan Sate Kadir --dari Kadir 1 sampai 6-- nyate kambingnya kali ini cari yang
lain. Masih legend juga, Sate Shinta
di Cipanas jadi pilihan. Pas, enak, lezat.
Dari Cipanas, perjalanan lanjut menuju
kota Cianjur. Mencari penginapan. Sengaja selama trip kali ini kami nggak
buking hotel –kecuali di Pangandaran—karena memang niatnya akan nginap
sekenanya. Sesampainya, sengantuknya, senemunya, dan malah kalau bisa
maksimalin dengan gelar tenda, camping.
Sempat browsing-browsing dan tertarik sama The Jhon's Cianjur Aquatic Resort. Malah sempat survey dan datang
langsung. Namanya juga lagi plesiran, ya
didatangi saja biar tahu. Tempatnya sih asik, luas, konsepnya bagus dengan
beberapa pilihan kamar yang berbentuk saung atau rumah kayu. Tapi karena malam
itu di sana sepi banget dan males lokasi kamar agak jauh dari parkiran,
akhirnya gak jadi nginap di si Jhon. Percuma juga gak bisa maksimalin semua
fasilitas yang ada, karena niatnya cuma transit bentaran buat tidur doang.
Jadinya malah nginap di Green Costel, hotel minimalis gak jauh dari jalan utama
ke kota Cianjur.
Paginya setelah sarapan, langsung cabut
ke target pertama; Situs Megalitikum Gunung Padang. Dari kota Cianjur, butuh
waktu sekitar 1 jam 15 menit untuk sampai ke situs prasejarah ini. Jalannya
relatif bagus. Setelah belok kiri dari jalan utama, jalanan melewati kampung
dan kebun teh. Cuma ada satu titik yang
butuh hati-hati, bekas longsor. Selebihnya lancar.
Di Gunung Padang, Lana dan Keano
lumayan semangat di awal-awal. Kuat melahap ratusan anak tangga untuk sampai ke
puncak. Tapi agak kurang happy dan
bingung pas sampai di atas. Sambil istirahat, kami duduk-duduk di bawah pohon
besar menikmati pemandangan dan balok-balok batu yang berserakan. Jalan dan
duduk-duduk lagi di gardu pandang. Sempat mau muter lagi lihat-lihat situs,
sampai akhirnya Keano mulai kelihatan males. Dan berakhir dengan pertanyaan
“Pah, ngapain kita ke sini?”
Dari Gunung Padang Cianjur, pelesiran
lanjut ke Padalarang, Bandung Barat. Nengok batu yang lainnya lagi, Garden
Stone. Taman batu di Citatah dengan hamparan pemandangan bukit-bukit kapur
dipadu hijaunya pepohonan yang kayaknya semakin lama bakalan makin habis
digundulin pengusaha olahan kapur, batu alam, marmer dan sejenisnya.
Beda dengan di Gunung Padang, kalau di
Garden Stone Lana dan Keano terus ceria dan semangat jalan dan main. Malah naik-naik
batu yang ukurannya mulai dari yang kecil sampai yang segede-gede gaban –gak
jelas ini ukurannya. Padahal sebelumnya kami masuk ke Garden Stone bukan lewat
jalan normal yang gampang, yang dekat bisa jalan kaki dari parkiran. Karena gak
tahu, kami malah masuk lewat jalan yang lebih susah dan lebih jauh. Kami masuk
lewat jalan gerbang Gua Pawon, dan harus asruk-asrukan
mendaki jalan tanah yang cukup terjal sekitar 1 km. Belum lagi ada ‘godaan’
monyet-monyet yang keliaran. Tapi untunglah, semua tetap happy sampai
pulangnya. Kami turun di jalur yang sama, dengan monyet-monyet yang semakin
banyak. Ditambah gerimis yang mulai turun.
Sore sebelum gelap karena mendung, kami
meninggalkan Padalarang. Geser sedikit, masih di Padalarang, buat ishoma
sekalian cuci mata lihat bangunan indah dan unik karya Kang Emil Ridwan Kamil.
Masjid Al Irsyad, masjid kubus di Kota Baru Parahyangan Padalarang. Lumayan,
selain bisa cuci mata, cuci kaki, dan cuci hati, di sini bisa selonjoran dulu,
sambil ngecas gadget, dan nunggu maghrib.
Selepas Maghrib, lanjut perjalanan lagi
menuju target utama berikutnya, Ranca Upas Ciwidey. Dari Padalarang, untuk
menghindari macet, kami menghindari jalan tol dan kota Bandung yang kelihatan
merah di gmaps. Kami pilih jalur lewat Batujajar yang langsung tembus ke Soreang,
Stadion Jalak Harupat, dan tinggal belok kanan ke arah Ciwidey. Lebih dekat dan
hanya macet sedikit di Batujajar.
Sempat makan malam dulu di Ampera
Batujajar, akhirnya kami sampai di Ranca Upas sekitar jam setengah sepuluh
malam. Masuk Ranca Upas yang pintu gerbangnya sudah ditinggal kosong sama
penjaganya. Sempat agak bingung nyari lokasi parkir dan bangun tenda. Hampir
sekitar 10 menit kabut turun dengan tebalnya, dan dari dalam mobil bener-bener
gak bisa lihat jalanan. Meraba-raba jalan, akhirnya berhenti dulu di tempat
yang kelihatan ada lampu mobil lagi parkir. Pas kabut hilang, ternyata ini di
lapangan, dan parkir jejeran sama mobil, truk dan tenda tentara yang lagi mau
latihan.
Dua malam kemping di Ranca Upas, kami
lebih banyak nyantai leyeh-leyeh. Tiduran, makan, jalan-jalan di sekitaran, lihat
penangkaran rusa, dan kadang diselingi mainan drone depan tenda. Dan malam
nongkrong di tenda depan api unggun. Di Ciwidey, kami memang sengaja gak jadwalin
ke banyak tujuan. Kawah Putih atau Situ Patenggang misalnya, anak-anak sudah
pernah. Palingan jadinya agendain renang saja, main di kolam air panas Ciwidey
Valley.
Sampai di Ciwidey Valley, ternyata kata
petugas di pintu masuk, kolam air panasnya belum siap. Airnya lagi gak panas.
Males dingin-dinginan di tempat yang sudah dingin, akhirnya kami cuma main di
playground dan tengak tengok saja di Ciwidey Valley. Untuk renang atau main air
panasnya, geser ke Ciwalini. Selesai renang, sebelum maghrib balik ke tenda,
lalu bikin api unggun.
Pagi sebelum meninggalkan Ranca Upas,
Lana dan Keano ngajak lagi ke penangkaran rusa. Katanya ngabisin wortel sisa
kemarin. Setelah perpisahan dengan rusa Ranca Upas, perjalanan lanjut menuju
Garut lewat jalur lintas selatan. Dengan target utama; Pantai Ranca Buaya dan
Pantai Santolo.
Sengaja dari Ciwidey kami pilih jalur
lewat Cibuni menuju Cidaun, Cianjur Selatan. Bukan balik lagi ke jalur
Pangalengan yang katanya lebih enak, lebih mulus jalannya. Tapi kami terus ke
Ranca Bali arah Situ Patengan/Patenggang. Lewat Cibuni ternyata asyik juga,
pemandangannya lebih bagus. Jalanan mulus, dengan hamparan kebun teh yang
berbukit-bukit dan langit biru yang bersih. Berhen ti dan turun main sejenak di
kebun teh jadi agenda dadakan yang sulit ditolak.
Tapi ternyata... selepas kebun teh Cibuni
jalanan mulai rusak. Banyak yang gak beraspal, ajrut-ajrutan dengan jalanan yang tetap berbelok-belok patah terus
menerus. Juga lewatin hutan dan pedesaan. Untungnya kami jalan siang. Kalau
malam, sudah pasti gak asyik lah. Nggak rekomen. Hitungan saya, ada sekitar 10
km jalan yang rusak. Kadang rusak, kadang bagus, kadang ada juga yang cuma bisa
untuk satu jalur mobil.
Rusaknya jalan, sedikit banyak terobati
dengan pemandangan yang seger. Apalagi banyak air terjun di Balegede daerah Naringgul,
Cianjur Selatan. Dipadu dengan hijaunya sawah yang tersusun rapi, air terjun di
tebing-tebing tinggi jadi pemandangan yang berbeda.
Kami istirahat sejenak di dekat warung
pinggir jalan, yang juga jadi tempat yang pas buat lihat air terjun. Sekalian
istirahat, sambil ngilangin sedikit ‘mabok darat’ Lana dan Yossie setelah
lewatin tanjakan seribu, dari Cibuni sampai Naringgul. Waktu itu kebetulan
banyak juga pemotor yang istirahat sambil lihatin air terjun. 1000 air terjun
Naringgul, banyak orang nyebutnya begitu. Hitungan saya sih nggak sampai seribu. Ya iyalah. Kira-kira ada sekitar 12 air
terjun besar dan kecil di kiri kanan jalan yang dilewati.
Setelah lewatin Naringgul, jalanan
mulai menurun dan landai, yang artinya sudah selesai melewati bukit-bukit atau
pegunungannya. Giliran pemandangan pantai, yang kelihatan dari kejauhan. Dan akhirnya
sampai juga di Cidaun, jalanan utama lintas selatan Jabar. Kami ambil jalan ke
kiri ke arah Garut. Kalau belok kanan, ke arah Cianjur dan Sukabumi. Dimulailah
perjalanan lintas selatan sesungguhnya, yang lebih sering menyusuri laut
selatan. Jalannya kadang dekat pantai, kadang agak jauh dari pantai. Semua
pantai yang ada kami lewatin saja, kami langsung meluncur menuju target utama
berikutnya; Pantai Ranca Buaya.
0 komentar